profesional.is.me

“Karena rasa tak pernah bohong,” kata kecap Bango. Well, it’s true, though tongue does lie sometimes. Burjo dekat rumah berhasil membuktikan hal itu.

Baru saja menaruh mangkok di tempat cuci piring. Ibuku minta dibelikan burjo dekat rumah.

“Yang panas, ya.”

“Saiki Mama doyan burjo, toh?”

“Dari dulu… santannya beda (burjo dekat rumah). Nggak pecah.”

Santannya nggak pecah. Sejak kapan santan tergolong fragile? Terlepas dari pecah tidaknya santan kuah burjo dekat rumah, Ibuku suka dengan rasa burjo itu. Beda, memang. Sementara warung-warung burjo sepanjang jalan sekedar merebus kacang hijau dan ketan hitam dengan air dan gula yang ala kadarnya, mas-mas penjual burjo dekat rumah memasak burjonya dengan kuah santan (yang kata ibuku, tidak pecah) dan gula yang pas, manis dan gurih, lengkap dengan sentuhan susu kental manis cokelat (susu ditambahkan setelah burjo dicampur dengan ketan dan sepotong roti tawar berbentuk segitiga). Alhasil aku pun membeli dua bungkus: satu untuk ibuku, dan satu untukku. Dan kami pun kenyang malam ini.

Burjo dekat rumah itu memang laris. Kakak sepupuku yang dulu berlangganan di sana. Tujuh tahun yang lalu, kakak sepupuku bekerja di rumah, membantu bisnis perkayuan Ayahku. Aku yang waktu itu masih duduk di kelas dua SMP sering pulang sore seusai kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Letih dan lelah seusai sekolah, aku pasti menyempatkan diri untuk mampir jajan ke warung tertentu, entah makan di tempat atau dibungkus. Nah, sore itu aku sedang beristirahat di rumah sepulang sekolah, ketika kakak sepupuku datang dengan sebuah plastik hitam yang membuatku penasaran.

“Apa itu, mas?”

“Burjo.”

Aku lekas mengikutinya ke dapur, melihat apa yang dibelinya sore itu. Es burjo, ternyata. Penampilannya menarik: burjo yang penuh dengan es serut, susu cokelat, dan sirup framboze. Membuatku berpikir,

Ini burjo apa burjo?

“Itu burjo?”

“Uwis, icip wae.”

Aku secara otomatis mengambil sendok di dapur, mencicipinya, dan, well. Itu es burjo terenak yang pernah kumakan. Spontan aku bertanya di mana kakak sepupuku membelinya, dan dia pun menjawab, “deket rumah, bawah situ.” Keesokan harinya, sepulang sekolah aku mampir ke sana dan membeli es burjo (dan burjo panas, kalau pengen atau pilek), dan untuk seterusnya aku berlangganan di sana, sampai saat ini.

Dan rasanya tidak pernah berubah.

Ini yang istimewa. Tujuh tahun sudah aku berlangganan burjo itu, dan rasa burjonya tidak pernah berubah. Mas-mas penjual burjo itu punya resep tersendiri untuk dua menunya: burjo panas dan es burjo. Kacang hijau es burjo pun berbeda dengan kacang hijau burjo panas (kacang hijau es burjo seperti pasta, sementara kacang hijau burjo panas seperti kacang dengan kuah sup santan. Pernah aku minta burjo panas dengan pasta kacang hijau es burjo, tapi masnya menolak membuatkan. “Resepnya beda, mas,” katanya, layaknya seorang chef). Malam ini, aku pun melihat mas-mas penjual burjo itu dengan sudut pandang yang berbeda.

Dia seorang penjual burjo yang profesional.

Seseorang dinilai sebagai orang yang profesional ketika dia mengerjakan tugasnya dengan tepat, persis seperti apa yang seharusnya dia lakukan. Profesionalitas berkutat pada ketepatan dan efektivitas kerja seseorang, sesuai dengan working tools dan job description yang ada padanya. Seorang tukang ledeng professional akan bekerja dengan tang, bukan dengan pisau cukur, dan dia membetulkan ledeng yang rusak, bukan televisi. Hal lain yang tak kalah pentingnya, adalah pengalaman. Pengalamanlah yang membuat seseorang menjadi benar-benar profesional, sebab berbagai pengalaman itu mengajarkannya untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan melakukan hal yang benar dengan tepat, setiap saat, setiap waktu. Semua itu dikerjakan dengan rapi, teliti, dan dengan hasil yang memuaskan. Tukang burjo dekat rumah memiliki semua hal itu.

Menjadi profesional bukan berarti melakukan hal yang luar biasa. Kita menjadi profesional ketika kita melakukan hal yang biasa, dengan luar biasa.

Semoga Presiden dan Wakil Presiden baru kita pun demikian 🙂

 

 

Selasa, 22 Juli 2014

Malam pengumuman pemenang Pemilu 2014

Andreas Rahardjo A.B.

 

 

 

P.S.:

Selamat menempuh hidup baru untuk Pak Joko Widodo dan Pak Jusuf Kalla.

Rakyat menyertai, Tuhan memberkati

Tinggalkan komentar